
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (6)} [الحجرات: 6]
“ Wahai orang-orang yang beriman jika ada orang fasik datang kepada kalian dengan membawa sebuah berita maka carilah kebenaran berita tersebut agar kalian tidak menimpakan kejelekan kepada suatu kaum dengan kejahilan kalian lalu kalian menyesali apa yang kalian lakukan “ “[Q.S. Al Hujurat:6]
Inilah metode Qur’ani yang dijelaskan oleh Allah ta’ala ketika ada sebuah berita yang disampaikan kepada kita . Sebelum kita benar-benar mengetahui kebenaran isi berita yang disampaikan kepada kita tidaklah diperkenankan untuk meyakini kebenarannya dan kemudian langsung menyebarkannya karena dapat menimbulkan fitnah di tengah-tengah kaum muslimin atau menguatkan fitnah yang telah ada.
Kebiasannya sebuah fitnah akan timbul di tengah-tengah kaum muslimin ketika diusung oleh orang-orang yang tergesa-gesa dalam menerima dan meyakini kebenaran sebuah berita lalu langsung menyebarkannya dengan tanpa terlebih dahulu meneliti kebenaran isinya dan kemudian akan semakin menyebar dan memakan banyak korban jika disambung oleh lidah orang-orang yang ada penyakit dalam di hatinya, lemah agamanya dan tidak memiliki kecakapan dalam menimbang antara kemaslahatan dan kemadharatan .
Ketahuilah saudara-saudariku rahimakumullah..
- Sekedar percaya kepada agama dan akhlaq serta prasangka baik kepada orang yang membawa suatu berita kepada kita tidaklah cukup untuk menunjukkan kebenaran sebuah berita yang sampai kepada kita karena sang pembawa berita adalah manusia yang tidaklah terlepas dari godaan setan, hawa nafsu dan syahwat keduniaan
- Seandainya berita yang sampai kepada kita adalah berita yang benar dan sesuai dengan kenyataan maka kita harus mempertimbangkan antara kemaslahatan dan kemadharatannya ketika ingin menyebarkannya.
- Ketika berita yang disampaikan kepada kita berkaitan dengan aib dan kehormatan seorang muslim maka sesungguhnya kewajiban awal kita adalah menutupi dan melaksanakan prinsip saling menasehati, melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang dihiasi dengan sifat kasih sayang dan sedih atas aib yang menimpa saudara kita bukan langsung meyakini kebenarannya kemudian langsung menjajakan dan menyebarkannya bagaikan sebuah barang dagangan yang kita mencintainya.
Wallahu a’lam bi ash shawab
Ditulis Oleh : Ustadz Zaenuddin Abu Hushaiy al Jawiy
Leave a Reply